Minggu, 06 Desember 2009

Pemanasan Global: Adaptasi atau Mati!

Dunia kian terpojok oleh pemanasan global, dan menurut para ahli umat manusia harus mengikuti contoh dari alam: adaptasi atau mati.

Ini berarti meninggikan semua bangunan, bendungan, dan tembok laut, dan juga mengalihkan sistem perairan, menghentikan beberapa proyek pembangunan, mengubah cara bertani, dan ujungnya mungkin mengungsikan masyarakat, flora dan fauna.

Beradaptasi pada kenaikan permukaan laut dan suhu yang memanas diperkirakan akan menjadi topik heboh dalam pembicaraan perubahan iklim PBB di Copenhagen minggu depan, dan tentu diikuti dengan perkiraan biayanya - bisa jadi ratusan miliar dollar AS, dan sebagian besar untuk membiayai negara yang tak mampu.

Bahwa perihal adaptasi akan menjadi fokus utama saja sudah cukup hebat. Karena sebelum beberapa tahun belakangan ini, para ahli selalu menghindari topik adaptasi terhadap pemanasan global karena takut terdengar fatalistik atau menyebabkan beberapa negara malah undur dari usaha pengurangan emisi.

"Ini hal yang telah terbengkalai, dan belum dibicarakan. Padahal, seluruh dunia kemungkinan harus melakukannya," kata Rajendra Pachauri, ketua dari panel antarnegara mengenai perubahan iklim. "Adaptasi akan menjadi tak terhindarkan untuk beberapa golongan."

Sejumlah pakar biologi menunjukkan contoh bagaimana alam menangani pemanasan global. Kupu-kupu biru Adonis yang langka dari Inggris tadinya dikira akan punah karena tak mampu terbang cukup jauh, sedangkan pemanasan global telah membuat habitat mereka tak lagi cocok. Tapi, para ahli dikejutkan karena kupu-kupu tersebut berevolusi demi memanjangkan rongga dada dan sayapnya, sehingga bisa terbang lebih jauh ke daerah yang lebih dingin.

"Masyarakat juga harus berubah seperti juga alam mulai berubah," kata ahli biologi dari Texas A&M, Camille Parmesan, seorang spesialis perubahan spesies terhadap pemanasan global.

Tapi kesulitannya adalah perubahan iklim terjadi begitu cepat.

"Adaptasi merupakan tantangan berat karena percepatan perubahan telah melewati kisaran adaptasi yang telah dilakukan masyarakat di masa lalu ketika perubahan iklim terjadi," kata ketua pengaturan atmosfer dan kelautan nasional Amerika, Jane Lubchenco, yang juga seorang pakar kelautan, pada Kongres, Rabu (2/11).

Semua kota, negara bagian, dan negara kini tengah berupaya beradaptasi atau setidaknya membicarakan dan mengatur anggaran untuk adaptasi. Berikut ini adalah beberapa contoh:

* Inggris memperkokoh tembok pengendali banjir pada Sungai Thames, yang memakan biaya sekitar setengah miliar dollar AS.

* Belanda memperkuat sistem pengendali banjirnya yang kritis

* California mengubah rancangan pintu air pada daerah pertanian yang vital di delta Sungai Sacramento sehingga bisa tetap bekerja ketika permukaan laut jauh meninggi di daerah itu.

* Boston meninggikan suatu pusat pemroses sampahnya agar tak banjir ketika permukaan laut naik. New York juga mempertimbangkan meniru proyek ini untuk pusat-pusat pemrosesan airnya.

* Chicago mengembangkan program untuk menggalakkan tanaman di atas atap dan juga pembuatan atap memantul yang tak terlalu menyerap panas. Usaha ini untuk menurunkan suhu dan membantu penanggulangan gelombang panas.

* Sejumlah insinyur tengah memasang 'penyedot panas' sepanjang pipa minyak di Alaska, yang dibangun di atas permukaan permafrost, yaitu lapisan tanah yang semestinya selalu beku, namun kini mulai mencair. Penyedot panas itu diharapkan akan mengurangi panas pada tanah.

* Para peneliti memindahkan beberapa jenis pohon yang terancam perubahan iklim di sepanjang hutan-hujan pesisir British Columbia, dan juga menanam bibit-bibitnya, pada tempat di mana pohon-pohon ini lebih bisa bertahan, seperti di hutan pinus Ponderosa di Idaho.

* Singapura berencana pada tahun 2011 daerah-daerah rentan banjirnya telah berkurang setengah dan semua kanal dan saluran airnya telah diperlebar dan diperdalam, dan juga menyelesaikan proyek bendungan senilai 226 juta dollar AS di mulut sungai utama kota itu.

* Di Thailand, ada upaya skala besar untuk perlindungan terhadap kenaikan permukaan laut. Suatu kuil di luar Bangkok telah ditinggikan lebih dari 3 kaki (hampir 1 m).

* Bangladesh yang merupakan negara miskin pun menghabiskan lebih dari 50 juta dollar AS untuk adaptasi. Negara ini berusaha menangani kenaikan permukaan laut dengan penanganan banjir dan bangunan berkaki (seperti rumah panggung).

* Presiden Barack Obama dan Kongres sedang mempertimbangkan pengeluaran sekitar 1,2 miliar dollar AS per tahun untuk bantuan iklim internasional, yang juga mengikutsertakan adaptasi. Kepala Sekretariat Iklim PBB, Yvo de Boer, menyatakan bahwa 10 - 12 miliar dollar AS per tahun dibutuhkan dari negara-negara maju terhitung sejak 2012 untuk memulai segala proyek yang direncanakan. Dan kelanjutannya akan menjadi lebih mahal lagi.

* Bank Dunia memperkirakan bahwa biaya adaptasi akan mencapai 75 - 100 miliar dollar AS per tahun dalam jangka waktu 40 tahun ke depan. Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan (IIED), yaitu suatu lembaga penelitian di London, mengatakan bahwa jumlah itu pun masih terlalu rendah.

"Mungkin biayanya akan menjadi 200 -300 miliar dollar AS per tahun," kata Chris Hope, seorang dosen sekolah bisnis di Universitas Cambridge yang juga ikut dalam penelitian IIED.

Walau begitu, Hope mengatakan, kegagalan untuk beradaptasi akan lebih mahal lagi, mungkin rata-rata bisa 6 triliun dollar AS per tahun untuk 200 tahun ke depan. Adaptasi bisa memotong biaya itu sekitar 2 triliun dollar AS per tahun.

Tiga perempat pengeluaran itu akan diperlukan bagi negara-negara berkembang, menurut para ahli.

"Negara-negara itu bukanlah penyebab masalah," kata Hope, "Ada sisi pertanggungjawaban moral yang besar bagi kita untuk membantu mereka dari dampak yang sebagian besar disebabkan kita."

Mengirim dana dari negara makmur kepada yang miskin menimbulkan pertanyaan: siapa yang akan mengendalikan pengeluaran sehingga tak terbuang atau tercuri?

Sedangkan untuk menyelamatkan flora dan fauna, ilmuwan iklim asal Inggris, Martin Parry mengatakan bahwa dunia harus mengembangkan sistem triase (proses sortir menurut prioritas) untuk menentukan biota mana yang bisa diselamatkan, mana yang tidak mungkin lagi, dan mana yang tak membutuhkan bantuan segera.

"Ini cara yang brutal."

Bagaimana dengan manusia?

Beberapa kepulauan seperti Maladewa dan beberapa kota pesisir takkan bisa selamat dari kenaikan permukaan laut, bagaimanapun dilindungi, kata Saleemel Huq, anggota senior IIED yang mengepalai pusat adaptasi di Bangladesh. Dalam kasus seperti itu, akan dibutuhkan rencana pengungsian terpadu bagi masyarakat dan kota.

Kata Parmesan, umat manusia harus menyadari hal ini: "Beberapa daerah takkan bisa lagi dijadikan pemukiman dalam 100 tahun ke depan."


Illustration: the diminishing ice layers on the North Pole

Tidak ada komentar:

Posting Komentar